Sore itu aku duduk santai diteras rumah, sambil menikmati segelas kopi, tiba-tiba temanku datang. Aku panggil temanku itu dengan nama Pradabasu, yang merupakan salah satu tokoh fiktif dalam novel Gajah Mada karangan LKH. Obrolan kami pun mengalir kanan-kiri seputar hoby kami tentang sejarah Nusantara dulu dan kini.
Kami bukan pengamat, pakar atau apalah sebutan untuk mereka yang pinter, kami cuma anggota masyarakat yang hanya punya kerinduan ( kerinduan = keinginan), ya keinginan untuk menyaksikan, mendengar, dan merasakan sebagai warga dari negara yang dalam sejarahnya pernah Besar dan Agung seperti Tarumanegara,Sriwijaya, Kediri, atau Majapahit.
Ya, kami memang lagi hoby melahap segala sesuatu yang berbau sejarah, budaya atau segala hal yang berkaitan dengan keagungan Nusantara tempo doeloe. Boleh dibilang kami sedang dahaga dan haus akan masa-masa silam di saat kering dan gerahnya moralitas tatanan berbangsa saat ini.
Dengan menyimak alur novel karangan LKH “Gajah Mada” yang berseting sejarah, aku seperti terbuai, hausku terbasahi, rinduku terobati dan aku tersadar... bahwa...jauh sebelum bentuk peradaban dan keyakinan baru mengalir di Nusantara, dan jauh sebelum negeri kita dijajah kolonial Wolondo, Negeri ini Nusantara Tercinta telah melahirkan dan memiliki putra-putra negeri yang luar biasa piawai dalam bidangnya masing-masing.Tentu kita semua tahu bahwa Nusantara memiliki satu dari tujuh keajaiban dunia, yaitu Borobudur.
“Wah, gak terbayang gemana membangunnya ya? “ celetuk Pradabasu temenku ketika obrolan kami nyerempet karya arsitektur Maha Agung tersebut. Borobudur, Prambanan dan ratusan candi yang lain hanya sebagian kecil bukti kebesaran Nusantara, masih tak terhitung lagi yang lain ; selain ilmu arsitektur, ada banyak karya sastra yang tak ternilai harganya, ilmu Astronomi ( penanggalan, tehnik bercocok tanam sesuai musim, dan penentuan hari baik yang disesuaikan dengan peredaran benda angkasa ), Ketatanegaraan dengan peraturan dan hukum-hukumnya, bahkan yang juga sangat mengagumkan, dan UNESCO-pun menetapkan sebagai “ a Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity “ untuk salah satu karya cipta putra-putra Nusantara yaitu “Keris”.
“ K e r i s….itu top banget pokoknya, kan itu sudah jadi ikon, sebagai lambang pengagungan dan penghormatan kita terhadap Budaya Nusantara !”, Pradabasu kembali menimpali obrolan kami. Memang kami sepakat untuk memiliki/melestarikan salah satu warisan budaya agung tersebut, kami membelinya ( walaupun tidak banyak ) dari pengepul-pengepul yang menurut kata mereka akan dijual sama touris asing dengan harga sangat tinggi! Beralasan tentu kenapa orang-orang asing berani membeli dengan harga tinggi, nilai budaya keris demikian tingginya, filosofinya dalam, cara pembuatannya demikian rumit ( ternyata tehnik pembuatannya mirip dengan tehnik produksi pelg mobil racing, ringan tapi memiliki kekuatan yang menakjubkan!.... Ternyata moyang kita telah menguasai tehnologi Metalurgi yang sempurna!
Sekali lagi tentang Keris, apakah kita telah mampu menghargai karya luhur bangsa sendiri? Jawabannya NOL Besar!! Jangan-jangan Keris yang merupakan buah cipta karsa putra Nusantara akan di klaim lagi sebagai milik Negeri Tetangga, sama nasibnya dengan Angklung, Batik, Lagu Rasa Sayange bahkan Reog Ponorogo! Kenapa….? Karena Negara tetangga itu tidak punya beban perbedaan pemahaman Mistik yang berlebihan, dan mereka masih tampil mengedepankan tradisi dengan tetap menggunakan keris sebagai pelengkap busana nasionalnya dalam acara resmi kenegaraan. Sementara di Negeri kelahirannya, Keris dipandang Musyrik dan penuh takhayul karena pemahaman mistik yang berlebihan terhadap Keris. Sangat disayangkan bukan?
Nusantara juga pernah melahirkan anak bangsa dengan kemampuan mumpuni dibidang olah kanuragan, meskipun terkesan fiksi tapi di zamannya kemampuan olah batin itu betul-betul nyata. Mungkin pernah dengar tentang Jangka Jayabaya, ilmu titen, panglimunan dan sebagainya, moyang kita telah menguasainya! Tentu hal ini membuktikan bahwa mereka memiliki disiplin, keuletan dan kecerdasan luar biasa, kalau dalam bahasa sekarang mereka disebut memiliki SDM yang handal.
“ Mau apalagi bung? Mengapa Negeri ini tidak mampu mewarisi kecerdasan, keluhuran serta keagungan seperti yang dimiliki Moyang kita dulu????” Rupanya Pradabasu sedang dihinggapi Maniak keagungan Nusantara zaman lampau dan komplikasi Phobia
Obrolan kami berlanjut...”Sebenarnya kita sudah kehilangan (secara sadar atau tanpa disadari), kita berkabung...ada kematian...ya kematian JATIDIRI BANGSA!!! Sebaliknya, telah lahir dan sedang dirawat/dibesarkan Jatidiri Orang lain.... sergah ku.”Sehingga kita kehilangan pegangan dan arah dalam membangun Bangsa ini!”
Masing-masing bangsa di dunia ini memiliki karakteristik kultur yang khas, kita lihat Jepang, dengan budayanya yang terus dan tetap mengalir lestari dan sampai kinipun tetap menginspirasi generasi mudanya hingga mereka terus berkembang menggapai kejayaan. Cina juga memiliki akar sejarah dan karakter bangsa yang tetap terawat-hurup Cina masih menjadi kebanggaan bangsa itu sampai saat ini. Eropa dengan karakternya yang bermuara dari Kebudayaan Roma dan Yunani tetap terjaga, India juga tampil dengan kekhasannya, demikian juga Bangsa-bangsa Timur Tengah memiliki Budayanya sendiri dan dengan kesadaran penuh generasi demi generasinya tetap menjaganya bahkan “memaksakan” untuk disebarluaskan ke zona lain (saking cintanya mereka akan kultur daerahnya).
Lalu pertanyaannya..... Apa yang terjadi pada diri kita? Mana kekhasan Karakter Bangsa kita? Mana kebanggaan kita akan Bangsa sendiri? Haruskah kita melenyapkan jatidiri bangsa yang telah menjadi ciri dan karakter kita dan kemudian dengan pongah mengadopsi budaya asing?? ( katanya ; cintailah produksi dalam negeri!!). Kita harusnya bangga memiliki karakter dan jati diri Bangsa yang khas, yang seharusnya bisa kita jadikan inspirator untuk Indonesia agar bisa jaya seperti bangsa lain. (Bukankah pernah terbukti Bangsa Mongoliapun dibuat tidak berkutik oleh Kediri!)
“ Ya ya...berapa orang sih sekarang yang mau belajar aksara/huruf Jawa, nembang Pupuh Sinom, atau semarandahana? Kayaknya sebagian besar lebih fasih berbahasa arab deh...” Celetuk Pradabasu sambil nengok kanan-kiri, aku jadi bingung juga kenaa bahasa tubuh temenku jadi begitu..................
Oleh : Elang Samudra